Masihkah kita berada dijalur yang tepat untuk ber-HMI?

HMI merupakan Organisasi tertua dan terbesar di Indonesia. Sejak awa bedirinya dari tahun 1947 sampi usia yang ke – 75 ini, organisasi HMI telah banyak melahirkan orang-orang hebat di Indonesia, baik dari kalangan akademisi,politisi,pengusaha,pengusa maupun yang lainnya.Jalur pengabdian di HMI bermacam-macam sesuai dengan bidang yang digelutinya. Hal ini merupakkan suatu kebanggaan yang perlu di apresiasi oleh kader-kader HMI, apalagi bisa mengikuti jejak langkahnya bahkan melebihi dari itu semua. HMI akan terlihat eksis dan beresensi apabila kader-kadernya masih memiliki semangat juang yang tinggi dalam organsasi, mampu membawa perubahan, serta mampu menjadi solusi terhadap permsalahan (problem solving) ditengah tengah masyarakat. Sesuai dengan tujuan awalnya, HMI bercita-cita untuk menegakkan agama islam dan mensejahterakan bangsa Indonesia (keummatan dan kebangsaan). 

Refleksi panjang akan eksistensi HMI dalam diskursus keislaman dan ke-Indonesiaan tidak lepas dari semangat juang kader dalam menjaga independensinya. Sebab dengan independensi itu HMI mampu berkiprah dan berkontribusi dalam semua lini, HMI mampu berkoneksi secara bebas dimana saja dan kapan saja dan dengan latar belakang apa saja. Sejarah telah mencatat bahwsannya latar belakang berdirinya HMI tidak lepas dari perjalanan bangsa Indonesia, dan sampai saat ini HMI masih eksis di Indonesia. Jenjang pengkaderan masih terus berlanjut, baik training formal maupun non formal, tentunya hal ini bertujuan untuk mencetak manusia yang lebih berkulitas. Kualitas lima insan cita harus mampu diaplikasikan dari transformasi diri ke transformasi sosial, dari insan cita ke masyarakat cita, dan HMI harus mampu menjawab tantangan zaman, mensejahterakan masyarakat, dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWt. 

Namun jika kita lihat saat ini, Pengkaderan di HMI tidak semuanya membuahkan hasil yang berkualitas, memang banyak kader HMI yang baik, akan tetapi dengan banyaknya jabatan strategis di pemerintahan, peluang kader HMI untuk korupsi juga banyak. Sebagai manusia biasa, peluang kader HMI untuk berbuat salah dan dosa juga ada.Bahkan banyak dari kepengurusan di HMI dari komisariat hingga ke PB malah bukan mengurus, melainkan menjadi urusan bagi keluarga besar himpunan tercinta ini. Sebagaimana yang disampaikan oleh kanda Arif Rasyid bahwasannya degradasi intelektualitas dan progresifitas organisasi tampak mulai mengkhawatirkan. Rumitnya permasalahan yang sedang HMI alami mengharuskan kita lebih sabar untuk mengurainya sedikit demi sedikit. Mulai dari rendahnya animo mahasiswa Islam dalam ber-HMI, rendahnya respon kader-kader HMI terhadap permasalahan kebangsaaan, sampai konflik internal yang tak kunjung padam telah menghabiskan banyak energi organisasi sehingga tidaklah naif jika kita kembali bertanya masihkah kita berada di jalur yang tepat dalam memperjuangkan tujuan HMI ?. 

Mungkin ini menjadi pertanyaan besar bagi kita semua, khususnya kader HMI. Apalagi saat ini, banyak dari kader HMI nafsu kekuasaan lebih dominan dari pada nafsu kecerdasan intelektual. Degradasi moral harus mampu kita benahi dan ini menjadi tanggung jawab kita bersama demi menjaga nama baik organisasi tercinta kita ini. Sebagai insan yang terdidik, kader HMI harus mampu mewarnai Indonesia menjadi negara modern, maju, yang dilandasi prinsip-prinsip keislaman dan ke – Indonesiaan dan tidak mengabaikan permasalahan sosial dan global. Selain misi keummatan dan kebangsaan, yang harus juga kita perjuangkan adalah misi kemanusiaan,keadilan, dan kesejahteraan. 

Maka dari itu penting bagi kita untuk memahami tujuan organisasi HMI dan tetap menjaga independensinya, baik independensi etis maupun orgnisatoris. Pengkaderan harus didasarkan pada aspek spritual ,intelektual,dan tanggung jawab sosial. Karena kemajuan akan direalisasikan oleh kader-kader yang memahami tujuan, serta punya militansi mental dan moral dalam perjuangan. Sebagai mukmin, kita harus berfikir positif dan punya harapan. Kita masih punya kesempatan, mesin pengkaderan masih hidup, dan relasi masih juga cukup kuat untuk mewujudkan itu semua. 

Di atas itu semua, kita punya idealisme Islam untuk diwujudkan, sebuah “cita-cita kenabian” untuk Indonesia masa depan. Yaitu, cita-cita untuk menumbuhkan kesadaran diri dan saudara saudara sebangsa untuk menjadi “pejuang paripurna” (insan cita) yang bekerja untuk men-transform Indonesia menjadi “negeri impian” (masyarakat cita). Inilah cita-cita yang membuat setiap kita masih layak hidup, dan menempatkan HMI sebagai organisasi yang masih wajib dijaga.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama